MENILAI KARYA MELALUI RESENSI
Pernahkah kamu membuat resensi? Apakah resensi itu? Resensi merupakan
pertimbangan baik-buruknya suatu karya. Orang yang menyusun resensi
disebut peresensi. Dalam meresensi sebuah buku, haruslah objektif, sesuai
dengan kualitas isi buku. Sebelum melakukan resensi, kalian harus mengetahui
dahulu unsur-unsur dalam resensi.
Untuk membekali kemampuanmu, pada bab ini kamu akan belajar:
1. membandingkan isi berbagai resensi untuk menemukan sistematika sebuah
resensi;
2. menyusun sebuah resensi dengan memperhatikan hasil perbandingan
beberapa teks resensi;
3. menganalisis kebahasaan resensi dalam dua karya yang berbeda; dan
4. mengonstruksi sebuah resensi dari buku kumpulan cerita pendek atau
A. Membandingkan Isi Berbagai Resensi untuk Menemukan Sistematika Sebuah Resensi
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu:
1. memahami isi dan sistematika resensi;
2. membandingkan isi teks resensi.
Kegiatan 1
Memahami Isi dan Sistematika Resensi
Pada pembahasan pertama ini, kamu akan membandingkan isi teks
resensi. Resensi adalah ulasan atau penilaian atau pembicaraan mengenai
suatu karya baik itu buku, film, atau karya lain. Tugas penulis resensi
adalah memberikan gambaran kepada pembaca mengenai suatu karya
apakah layak dibaca atau tidak.
Hal-hal yang dapat ditanggapi dalam resensi ialah kualitas isi,
penampilan, unsur-unsur, bahasa, dan manfaat bagi pembaca. Unsur-
unsur atau sistematika yang terdapat dalam resensi di antaranya sebagai
berikut.
1. Judul resensi
2. Identitas buku yang diresensi
3. Pendahuluan (memperkenalkan pengarang, tujuan pengarang buku,
dan lain-lain)
4. Inti/isi resensi
5. Keunggulan buku
6. Kekurangan buku
7. Penutup
Kegiatan 2
Membandingkan Isi Teks Resensi
Bagaimanakah penilaianmu terhadap isi sebuah buku? Dapatkah kamu
mengungkapkan penilaian tentang sebuah buku ke dalam bentuk resensi?
Pada pembahasan ini, kamu akan membandingkan isi dari teks resensi.
Hal yang dibandingkan ialah dari penyajian isinya.
B. Menyusun Sebuah Resensi dengan Memperhatikan Hasil Perbandingan Beberapa Teks Resensi
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu:
1. mengidentifikasi identitas buku yang diresensi;
2. mengungkapkan isi informasi buku yang diresensi.
Kegiatan 1
Mengidentifikasi Identitas Buku yang Diresensi. Perhatikanlah teks berikut.
Petualangan Bocah di Zaman Jepang
Judul Novel : Saksi Mata
Pengarang : Suparto Brata
Penerbit : Penerbit Buku KOMPAS
Tebal : x + 434 halaman
Setelah membaca novel yang sangat
tebal ini, saya jadi teringat dengan novel
Mencoba Tidak Menyerah-nya Yudhistira
A.N. Massardhie dan juga novel Ca Bau
Kan-nya Remy Sylado. Dalam novel
Mencoba Tidak Menyerah, yang menjadi
tokoh sentralnya adalah bocah laki-laki
berusia sepuluh tahun, sedangkan dalam
novel Ca Bau Kan yang telah diangkat
ke layar lebar, digambarkan bagaimana keadaan Jakarta, kota era zaman
penjajahan Belanda dengan sangat detail. Lalu apa hubungannya dengan
novel Saksi Mata karya Suparto Brata ini?
Dalam Saksi Mata, yang menjadi “jagoan” alias tokoh utamanya
adalah bocah berusia dua belas tahun bernama Kuntara, seorang pelajar
sekolah rakyat Mohan-gakko dan mengambil latar Kota Surabaya pada
zaman penjajahan Jepang dengan penggambaran yang sangat apik, detail
dan sangat memikat. Novel setebal 434 halaman ini sendiri sebenarnya
merupakan cerita bersambung yang dimuat di Harian Kompas pada
rentang waktu 2 November 1997 hingga 2 April 1998.
Kisah berawal saat Kuntara secara tidak sengaja memergoki buliknya
Raden Ajeng Rumsari alias Bulik Rum tengah berduaan dengan Wiradad
di sebuah bungker perlindungan-belakangan baru diketahui oleh Kuntara
kalau Wiradad adalah suami sah dari Bulik Rum. Hal itu membuat perasaan
hatinya berkecamuk. Kuntara pun heran dengan apa yang dilakukan oleh
Bulik Rum yang selama ini selalu dihormatinya. Namun ia bisa mengerti
kalau ternyata Bulik Rum yang cantik ini menyembunyikan sejuta kisah
yang tak bakal disangka-sangka.
Bulik Rum adalah “pegawai” tuan Ichiro Nishizumi, meski pekerjaan
sehari-harinya bekerja di pabrik karung Asko. Sebenarnya Bulik Rum
sudah menikah dengan Wiradad tetapi tuan Ichiro Nishizumi tidak
peduli dengan semua itu dan memboyongnya ke Surabaya. Baik Wiradad
maupun ayah Bulik Rum sendiri tidak mampu mencegah keinginan Ichiro
Nishizawa yang sangat berkuasa ini. Akan tetapi, Wiradad tidak mau
menyerah begitu saja dan segera menyusul Bulik Rum ke Surabaya.
Saat Wiradad akan bertemu dengan Bulik Rum inilah terjadi sesuatu
yang di luar dugaan. Okada yang gelap mata ini segera mengambil samurai
kecilnya hingga akhirnya Bulik Rum menghembuskan nafas terakhir
di bungker perlindungan. Okada yang selama ini sangat dihormati oleh
Kuntara tenyata memiliki tabiat tidak beda dengan Tuan Ichiro Nishizawa.
Dari sinilah awal kisah “petualangan” Kuntara dalam mengungkap
kasus hilangnya Bulik Rum hingga upaya untuk membalas dendamnya
bersama dengan Wiradad kepada tuan Ichiro Nishizawa dan juga Okada.
Sejak kasus hilangnya Bulik Rum ini, keluarga Suryohartanan–tempat
Kuntara dan ibunya menetap–mulai terlibat dengan berbagai kejadian
yang mengikutinya. Kuntara yang tidak menginginkan keluarga ini terlibat
dengan permasalahan yang terjadi dengan sengaja menyembunyikannya.
Dengan segala “kecerdikan” ala detektif cilik Lima Sekawan Kuntara
berupaya menyelesaikan kasus ini bersama dengan Wiradad.
***
Sangat jarang sekali novel-novel “serius” di Indonesia yang terbit
dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir yang menggunakan tokoh
utama seorang anak kecil, selain dari novel Mencoba Tidak Menyerah-
nya Yudhistira ANM, mungkin hanya novel Ketika Lampu Berwarna
Merah karya cerpenis Hamsad Rangkuti. Adalah hal yang menarik apabila
membaca cerita sebuah novel “serius” dengan tokoh utama seorang anak
kecil karena ia memiliki perspektif atau pandangan berbeda mengenai
dunia dan segala sesuatu yang terjadi, bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Kita bisa membayangkan bagaimana seorang Kuntara yang baru
berusia dua belas tahun menanggapi berbagai peristiwa yang terjadi dengan
diri, keluarga, dan lingkungan sekitarnya pada masa penjajahan Jepang
dan dengan “kepintarannya” ia mencoba untuk memecahkan persoalan
tersebut. Meski menarik tetap saja akan memunculkan pertanyaan
bagaimana bisa bocah dua belas tahun menjadi “sangat pintar”?
Keunggulan lain dari novel ini adalah penggambaran suasana yang detail
mengenai Kota Surabaya pada tahun 1944 (zaman pendudukan Jepang),
malah ada lampiran petanya segala! Suasana kota Surabaya di zaman itu
juga “direkam” dengan indah oleh Suparto Brata. Kita bisa membayangkan
bagaimanan keadaan kampung SS Pacarkeling yang kala itu masih “berbau”
Hindia Belanda karena nama-nama jalannya masih menggunakan nama-
nama Belanda. Juga tentang bungker-bungker–perlindungan yang
digunakan untuk bersembunyi kala ada serangan udara–kebetulan saat
itu tengah berkecamuk Perang Dunia II. Tidak ketinggalan juga tentang
stasiun kereta api Gubeng yang tersohor itu.
Sebagai arek Suroboyo yang tentunya mengenal seluk beluk kota Buaya
ini, Suparto Brata jelas tidak mengalami kesulitan untuk melukiskan
keadaan ini. Apalagi ia adalah penulis yang hidup dalam tiga zaman,
kolonialisme Belanda, pendudukan Jepang dan era kemerdekaan.
Penggambaran suasana yang detail ini juga berkonsekuensi kepada cerita
yang cukup panjang meski tetap tanpa adanya maksud untuk bertele-tele.
Novel ini juga diperkaya dengan adanya kosakata dan lagu-lagu Jepang
yang makin menghidupkan suasana zaman pendudukan balatentara
Jepang di Indonesia. Namun, uniknya, tidak ada satupun terjemahan untuk
kosakata Jepang tersebut. Jadi, bagi yang tidak mengerti bahasa Jepang,
seperti saya juga, ya tebak-tebak saja sendiri.
Teks seperti itulah yang disebut dengan resensi. Di dalamnya tersaji
informasi tentang tanggapan atau komentar mendalam tentang kelebihan
dan kelemahan suatu karya. Dalam contoh di atas, objek yang ditanggapi
berupa novel. Selain itu, objeknya dapat berupa buku ilmu pengetahuan,
film, pementasan drama, album lagu, lukisan, teks. Sebagaimana yang
tampak pada contoh di atas bahwa di dalam teks yang berupa resensi
mencakup informasi identitas karya, ringkasan, serta ulasan kelebihan dan
kelemahan isi karya itu. Di samping itu, dapat pula disajikan rekomendasi
penulis resensi itu untuk pembacanya.
Kegiatan 2
Mengungkapkan Isi Informasi Buku yang Diresensi
Berdasarkan objek karyanya, resensi terdiri atas bermacam-macam
jenis. Seperti yang terdapat di dalam contoh di atas, ada resensi untuk novel;
ada pula yang berupa kumpulan cerpen. Berdasarkan objek tanggapannya,
ada pula yang berupa film, drama, lagu, buku ilmu pengetahuan, lukisan,
dan karya-karya lainnya.
Dengan perbedaan-perbedaan objek karya itu, informasi yang kita
dapat pun akan bermacam-macam pula. Misalnya, dari resensi novel
atau kumpulan cerpen, informasi yang kita dapatkan adalah tentang
alur, penokohan, latar, dan hal-hal lainnya yang terdapat di dalam buku-
buku cerita itu. Berbeda halnya apabila resensi itu tentang buku populer,
informasi yang kita dapatkan berupa sejumlah ilmu pengetahuan yang
dapat memperluas wawasan kita tentang topik yang dibahas oleh buku itu.
Perhatikanlah contoh resensi berikut!
Beragam tema, beragam kisah terangkum di kumpulan cerita pendek
Cerita Cinta Indonesia ini. Mulai dari jejak sastra hingga cerita pendek
teenlit tergores dalam 45 cerpen buah karya 45 penulis yang pasti sudah
Anda kenal. Membaca kumpulan cerita pendek ini seakan-akan memilih
beraneka rasa dan rupa dalam sajian paket lengkap. Sebabnya, ada begitu
terlalu banyak kisah kehidupan yang menunggu untuk dinikmati para
pembacanya. Ada kisah cinta, misteri, persahabatan, dan beragam tema
lainnya, yang ditampilkan secara serius dan populer.
Buku ini memang menawarkan tema dan rasa yang berbeda-beda.
“Nasihat Nenek” karya Clara Ng dan “Asylum” karya Lexie Xu merupakan
cerpen yang mengundang rasa mencekam. Atmoster horornya sangat
terasa. Pada deretan galau maker ada “Rindu yang Terlalu” karya Arswendo
Atmowiloto, “Gerimis yang Ganjil “ oleh Budi Maryono, “Rindu” oleh
Dewi Kharisma Michellia, “Hachiko” dan “Luka yang Setia” oleh Eka
Kurniawan, “Muse” oleh Ika Natassa dan “Gadis dan Pohon Jambu” oleh
M. Aan Mansyur. Beberapa penulis terkenal sebagai penulis teenlit juga
tampil di buku ini, seperti “Tabula Rasa” oleh Debbie Wijaja, “Savana” oleh
Dyan Nuranindya, “Gelas di Pinggir Meja” oleh Ken Terate, “SMS” oleh
Luna Torashyngu, dan “Letting Go” oleh RisTee.
Ada pula cerpen-cerpen menarik lain dan memukau. “Dua Garis”
oleh Jessica Huawae bisa membuat rasa muak pembacanya. Bukan muak
karena kualitas cerpennya. Akan tetapi, hal itu disebabkan oleh temanya
yang memang merupakan kenyataan sebenarnya. “Persepsi” oleh Maggie
Tiojakin yang bermain-main dengan persepsi pembacanya. “Apalah
Artinya Nama” oleh Marga T. bisa membuat para pembaca penasaran:
berapa persentase kebenaran di cerpen tersebut. Terakhir ada “Bahagia
Bersyarat” oleh Okky Madasari bisa membuat pembaca bertanya-tanya,
“Apa arti sesungguhnya dari kata bahagia itu; benarkah kita sudah merasa
bahagia di kehidupan sekarang?”
Selain itu, bukan berarti cerpen-cerpen yang tidak disebutkan itu jelek,
ya. Tulisan ini bisa terlalu panjang jika harus diulas satu per satu. Lebih
baik pembaca sendiri yang membuktikannya. Saya sendiri merasa puas
setelah membacanya. Bahkan, para penulis yang sebelumnya kurang saya
sukai, mampu membuat saya menikmati cerita yang mereka tuturkan itu.
Bacaan di atas juga berkategori sebagai resensi. Melalui resensi tersebut,
dapat kita peroleh informasi ataupun gambaran tentang cerpen-cerpen
yang ada di dalamnya. Selain itu, terdapat pula perincian tentang tema dan
evaluasi terhadap kelebihan cerpen-cerpen yang ada di dalamnya.
Berikut contoh resensi lainnya.
Sensual! Itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan nyawa
musik yang dibawa oleh band asal Malang ini. Hadir kembali meramaikan
kancah musik lokal, Atlesta mengusung nuansa percampuran musik pop,
RnB dengan jazz dalam dua belas lagu besutan Fifan Christa dan kawan-
kawan ini.
Album kedua bertitel Sentation dimulai dengan lagu berjudul “Aroma”.
Lirik yang singkat dengan sayup-sayup vokal perempuan, membiarkan
pendengarnya berimajinasi dalam track pemanasan ini. Tidak cukup
sampai di situ, lagu kedua berjudul “Paris Weekend” juga membawa
pada imajinasi seolah-olah berada dalam perjalanan panjang menuju ke
suasana romantis bersama musik bernuansa jazz 80-an. Dalam lagu kedua
ini sekilas melemparkan ingatan kita pada musik yang diusung oleh grup
band Earth Wind and Fire.
Melompat ke lagu selanjutnya adalah “Oh You”. Jika di album
sebelumnya kesan seksi nan nakal ditonjolkan oleh Fifan dan kawan-
kawan, barangkali lagu inilah yang mewakili perubahan kesan seksi-nakal
ke seksi-elegan. Hal itu terlihat dari pemilihan diksi yang jauh lebih halus
tanpa meninggalkan kesan sensual.
“Oh you, just feel the night // Alright, just turn me right // Oh you, turn
off the light // Anybody alright, take it all to say.” Melodinya catchy, dijamin,
sekali mendengarkan kita tidak akan kesulitan untuk mengingat lagu ini.
Coba kuping lagu berjudul “Senstation”. Pada lagu ini nuansa RnB
lebih terasa dengan ketukan unik. Soal pemilihan lirik, bisa dibilang dari
semua lagu di album ini, lagu ”Senstation”-lah yang masih lekat dengan
bagaimana fantasi panasnya gairah cinta ala Atlesta.
“In the end of conversation, you’re just leaving a sensation. Oh baby c’mon
closer to me. All I want is just a pleasure, with an overnight sensation.”
Gotcha! Ditambah dengan bumbu vokal dari vokalis perempuan di tengah
track-nya, cukup menggoda dan menerbangkan imajinasi, bukan?
Album yang dikemas dengan dominan warna hitam ini menyuguhkan
dua instrumen. Pertama adalah “Sunset” didominasi oleh gitar. Nuansa itu
sekilas terdengar ala Kings of Convenience ini. Sementara itu, pada lagu ke-
sembilan kita dibawa mendengarkan dentingan piano yang menenangkan
setelah diajak menggoyangkan tubuh pada lagu sebelumnya, “Cadillac
Model”.
Jika Anda adalah pecinta musik sekaligus penikmat fotografi, di album
ini kita bisa menikmati keduanya sekaligus karena Atlesta mengemas
lirik-lirik dalam album Sensation itu ke dalam 14 lembar foto menarik.
Sayangnya lirik-lirik tersebut tidak semuanya tercetak dengan baik, dengan
font handwriting yang cukup sulit untuk dibaca.
Secara umum, album ini sebenarnya sudah mampu mendekati apa yang
diinginkan Atlesta, yakni kesan klasik. Atlesta jauh lebih matang, penuh
gairah, namun tetap catchy. Sangat layak untuk dikoleksi tentunya!
(Winda Carmelita, kapanlagi.com dengan beberapa penyesuaian)
Teks tersebut menyajikan informasi tentang isi dan kelebihan-kelebihan
yang ada pada suatu album lagu berjudul Sentation. Tentu saja informasi-
informasi yang disajikan resensi tersebut berbeda dengan yang sebelumnya.
Informasi yang dikemukakan resensi album lagu cenderung pada warna
yang diberikan pada setiap lagu di dalamnya di samping mungkin pula ada
gambaran informasi tentang ilustrasi/foto-foto yang ada pada album lagu
tersebut.
C. Menganalisis Kebahasaan Resensi dalam Dua Karya yang Berbeda
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu:
1. menganalisis kebahasaan dalam teks resensi;
2. menyimpulkan dua teks resensi berdasarkan kebahasaan.
Kegiatan 1
Menganalisis Kebahasaan dalam Teks Resensi
Tentang kaidah kebahasaan teks resensi, telah kamu pelajari pula di
kelas VIII. Namun, untuk lebih jelasnya, amatilah kembali contoh-contoh
teks resensi di atas. Berdasarkan contoh-contoh tersebut tampak bahwa
teks resensi memiliki kaidah-kaidah kebahasaan seperti berikut.
1. Banyak menggunakan konjungsi penerang, seperti bahwa, yakni,
yaitu.
2. Banyak menggunakan konjungsi temporal: sejak, semenjak, kemudian,
akhirnya.
3. Banyak menggunakan konjungsi penyebababan: karena, sebab.
4. Menggunakan pernyataan-pernyataan yang berupa saran atau
rekomendasi pada bagian akhir teks. Hal ini ditandai oleh kata jangan,
harus, hendaknya,
Perhatikan kata-kata bergaris bawah dalam cuplikan berikut!
Sampai saat ini, kisah Layla-Majnun merupakan cerita yang paling
populer di Timur Tengah maupun Asia Tengah, di antara bangsa-bangsa
Arab, Turki, Persia, Afgan, Tajiks, Kurdi, India, Pakistan, dan Azerbaijan.
Kepopuleran kisah ini memberi inspirasi banyak seniman, baik pelukis,
pemusik, maupun pembuat film, menciptakan beragam karya seni yang
menggambarkan kisah-kasih Layla dan Majnun.
Kata-kata tersebut merupakan contoh kata serapan. Kata-kata itu berasal
dari bahasa Inggris. Memang dalam perkembangannya, memang bahasa
Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa, baik dari bahasa daerah
maupun asing. Salah satu masalah yang dihadapi dalam penulisan unsur
serapan tersebut adalah penyesuaian ejaan dari bahasa lain itu ke dalam
bahasa Indonesia. Khususnya dengan bahasa asing, ejaan-ejaannya itu
Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan berkaitan dengan
penulisan unsur serapan itu. Secara umum peraturan-peraturan itu adalah
sebagai berikut.
1. Satu bunyi dilambangkan dengan satu huruf, terkecuali untuk bunyi
ng, ny, sy, kh yang diwakili oleh dua huruf. Contoh: kromosom bukan
khromosom, foto bukan photo, retorika bukan rhetorika, dan tema
bukan thema.
2. Penulisan kata serapan harus sesuai dengan cara pengucapan yang
berlaku dalam bahasa Indonesia. Misalnya: cek bukan check, tim bukan
team, taksi bukan taxi, dan aki bukan accu.
3. Penulisan kata serapan diusahakan untuk tidak jauh berbeda dengan
kata aslinya. Contoh: aerob (Inggris: aerobe) bukan erob, hidraulik
(Inggris: hydraulic) bukan hidrolik, sistem (Inggris: system) bukan
sistim, frekuensi (Inggris: frequency) bukan frekwensi.
Kegiatan 2
Menyimpulkan Dua Teks Resensi Berdasarkan Kebahasaan
Tahukah kamu bahwa tujuan utama resensi buku ialah memberikan
tanggapan atas isi buku sebagai informasi kepada calon pembaca buku
itu. Tanggapan itu dapat memotivasi pembaca resensi atau menjadi tidak
berminat membaca buku yang diresensi itu. Di samping itu, resensi buku
merupakan umpan balik bagi penulis buku untuk menyempurnakan isi
buku tersebut pada edisi terbitan berikutnya. Tujuan meresensi buku
hendaknya menjadi acuan bagi penulis resensi dalam mengembangkan
resensi yang disusunnya dan juga sebagai salah satu kriteria bagi media
yang akan memublikasikannya.
Dalam menyimpulkan sebuah resensi perlu penguasaan atau teknik
tertentu, misalnya menguasai isi buku, memiliki daya analisis, dan
menguasai teori tentang buku yang diresensi. Pada pembahasan ini, kamu
harus menyimpulkan teks resensi berdasarkan unsur kebahasaannya,
misalnya dari penggunaan kalimat dan penggunaan jenis kata.
D. Mengonstruksi Sebuah Resensi dari Buku Kumpulan Cerita atau Novel yang Dibaca
Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu:
1. mendiskusikan hal-hal menarik dalam buku kumpulan
cerita;
2. menulis resensi dari buku kumpulan cerita.
Kegiatan 1
Mendiskusikan Hal-hal Menarik dalam Buku Kumpulan Cerita
Evaluasi terhadap karya sastra semacam novel lazim disebut dengan
resensi, yakni ulasan terhadap kualitas suatu novel. Resensi ditulis untuk
menarik minat baca khalayak untuk membaca novel yang diulas. Unsur
persuasif sering ditonjolkan dalam resensi. Dengan adanya resensi, pada khalayak
timbul keinginan untuk membaca novel itu dan turut mengapresiasinya. Dengan
demikian, resensi juga berfungsi sebagai pengantar dan pemandu bagi pembaca
dalam menikmati novel tersebut.
Dalam contoh resensi “Petualangan Bocah di Zaman Jepang” dijumpai
ringkasan isi buku (novel). Ringkasan tersebut dipaparkan dalam paragraf
ke-3 sampai paragraf ke-6. Selain itu, dijelaskan pula perbandingan novel
yang diresensi itu dengan novel-novel lainnya (paragraf ke-1 dan ke-7).
Yang dibandingkan dalam hal ini adalah unsur tema dan penokohan.
Dalam paragraf ke-7 sampai paragraf ke-10, penulis membahas
keunggulan-keunggulan novel tersebut berdasarkan unsur penokohan
(paragraf ke-7), unsur latar (paragraf 8-9), dan unsur gaya penyampaian
(paragraf ke-10). Walaupun hanya sekilas, penulis juga mengulas beberapa
kelemahan novel tersebut, yakni berkenaan dengan kelogisan dan gaya
penceritaan. Perhatikan petikan berikut.
1. Meski menarik tetap saja akan memunculkan pertanyaan bagaimana
bisa bocah dua belas tahun menjadi “sangat pintar”?
2. Namun uniknya, tidak ada satu pun terjemahan untuk kosakata Jepang
tersebut. Jadi, bagi yang tidak mengerti bahasa Jepang, seperti saya
juga, ya tebak-tebak saja sendiri.
Dengan melihat contoh di atas, dapat kita simpulkan bahwa untuk
sampai pada tahap pengevaluasian, terlebih dahulu kita harus mampu
menganalisis novel itu dengan baik. Pemahaman tentang unsur-unsur
novel harus terkuasai dengan baik. Analisis tentang unsur-unsur novel
yang telah kita pahami sebelumnya harus menjadi dasar di dalam
mengevaluasi novel itu sehingga hasilnya benar-benar objektif dan dapat
dipertanggungjawabkaan.
Adapun struktur penyajian resensi novel adalah sebagai berikut.
1. Identitas novel, yang meliputi judul, nama penulis, penerbit, tahun terbit, dan
tebal novel.
2. Menyajikan ikhtisar atau hal-hal menarik dari novel.
3. Memberikan penilaian, yang meliputi kelebihan dan kelemahannya.
Penilaian tersebut sebaiknya meluputi unsur-unsur novel itu secara lengkap,
yakni tema, alur, penokohan, latar, gaya bahasa, amanat, dan kepengarangan.
4. Menyimpulkan resensi yang disajikan.
Untuk sampai pada penyajian resensi novel seperti itu, terdapat
sejumlah pertanyaan yang dapat kita jadikan panduan. Berikut pertanyaan-
pertanyaan yang dimaksud.
1. Tema
a. Apakah tema cerita itu?
b. Apakah tema itu sah dan benar sebagai kebenaran umum?
2. Alur
a. Pola apakah yang digunakan pengarang dalam membangun alur
ceritanya itu?
b. Peristiwa-peristiwa apakah yang telah dipilih untuk melayani tema
cerita itu?
c. Apakah terdapat hubungan wajar dan baik antara tema dengan
peristiwa-peristiwa itu?
d. Mengapa suatu peristiwa lebih menonjol daripada yang lain-
lainnya?
e. Apakah peristiwa-peristiwa itu disusun secara rapi dan baik
sehingga dapat memberikan suatu penekanan yang penting dan
berguna?
f. Apakah peristiwa-peristiwa itu wajar dan hidup?
g. Bagaimana peristiwa-peristiwa itu mengantarkan perjalanan
hidup tokoh utamanya?
3. Latar
a. Di mana dan kapankah peristiwa itu terjadi?
b. Bagaimana peranan latar tersebut dalam keseluruhan cerita:
apakah latar tersebut menguatkan atau justru melemahkan cerita?
4. Penokohan
a. Bagaimana cara pengarang dalam menampilkan karakter tokoh-
tokohnya?
b. Apakah karakter tokoh-tokoh itu wajar atau terkesan dibuat-buat?
c. Bagaimana hubungan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya?
d. Bagaimana peranan karakter tokoh-tokoh tersebut dalam men-
dukung tema dan menghidupkan alur cerita?
5. Sudut pandang
a. Dari sudut sudut pandang siapakah cerita itu diceritakan?
b. Apakah sudut pandang itu dijalankan dengan konsekuen dalam
seluruh cerita?
6. Amanat
a. Apa amanat cerita itu?
b. Bagaimana cara pengarang menyampaikan amanatnya, bersifat
menggurui atau tidak?
7. Bahasa
a. Apakah bahasa cerita itu tajam, lincah, dan sugestif?
b. Gaya bahasa apakah yang dipergunakan dalam cerita itu?
c. Apakah penggunaan gaya bahasa itu tepat, wajar, dan hidup?
Kegiatan 2
Menulis Resensi dari Buku Kumpulan Cerita
Menulis resensi tidaklah mudah. Untuk melakukan kegiatan ini
diperlukan beberapa persyaratan. Berikut persyaratan tersebut.
1. Penulis harus memiliki pengetahuan di bidangnya. Artinya, jika
seorang penulis akan meresensi sebuah novel, maka ia harus memiliki
pengetahuan tentang teori novel dan perkembangannya.
2. Penulis harus memiliki kemampuan menganalisis. Sebuah buku novel
terdiri atas unsur internal dan eksternal atau yang lebih dikenal dengan
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Seorang penulis harus mampu menggali
unsur-unsur tersebut.
3. Seorang penulis juga dituntut memiliki pengetahuan dalam acuan
yang sebanding. Artinya, penulis akan membandingkan sebuah karya
lain yang sejenis. Dengan demikian, ia akan mampu menemukan
kelemahan dan keunggulan sebuah karya.